//ganti background foto di sini//

Kamis, 27 Oktober 2011

Kebun Raya Bogor

Rasa sejuk menyelimutiku, saat kujejakkan kakiku untuk ke-2 kalinya di Kebun Raya Bogor. Pilar yang kokoh perkasa menyambutku di pintu masuk. Tersungging senyum penuh semangat, ingin menyibak isinya. suara kicauan burung, membawa suasana terpencil. Kebun Raya Bogor, nama yang tak asing bagi setiap orang yang pernah ke Bogor. Areal seluas 87 hektar ini selalu menawarkan keindahan dan kesejukan yang berbaur dalam dedaunan hijau. Dihimpit oleh bangunan yang padat, banyaknya kendaraan yang bersiliweran meningkatkan produksi CO2, tempat ini tetap terlihat cantik dalam balutan ribuan koleksi tanamannya. Pohon-pohon berukuran besar, berdiri gagah dan kokoh. Entah sudah berapa lama mereka tumbuh di tempat ini. Menjadi saksi bisu berkembangnya peradaban Kota Bogor. Waktu terus berjalan, tak terasa suasana menjadi semakin ramai. Dari anak-anak sampai dengan yang sudah uzur. Dari yang sendirian, berpasangan sampai dengan rombongan. Semuanya terlihat menjadi segar dengan senyum kesenangan. Saat polusi meningkat, suhu menjadi bertambah tinggi, kebun raya menawarkan kesejukan alami yang mungkin tak mereka dapatkan di rumah, sekolah maupun lingkungan mereka. Sesuatu yang sangat mereka rindukan di era millennium ini. Anak sekolah tampak bekerumun dan dengan semangat mengeluarkan alat tulisnya. Menyimak dan mencatat yang mereka dengar dari pemandu seraya mengamati rimbunan pepohonan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Kebun raya sebagai tempat rekreasi, karya wisata dan pemenuhan kebutuhan ilmu pengetahuan dikunjungi oleh ratusan orang tiap harinya. Domestik dan mancanegara. Ibu penjual jamu berkeliling menawarkan dagangannya, rasa jamunya tak sepahit senyumnya menyapa setiap pembeli yang tak dikenalnya. Penjual balon berusaha menggoda anak-anak dengan warna-warni balonnya. Dan masih banyak dagangan aksesoris maupun pakaian yang berada di lingkungan sekitar kebun raya. Tempat ini begitu berpengaruh terhadap penghidupan dan mata pencaharian beberapa masyarakat Kota Bogor. Bapak Ahminudin, yang telah mengabdi selama 31 tahun di tempat ini, menuturkan hampir semua jenis tanaman yang ada di Indonesia terdapat di tempat ini. Tanaman ini yang ada dibagi dalam blok-blok untuk mempermudah perawatannya. Kecintaannya terhadap tempat ini dibuktikan dengan kesabaran dan keuletannya merawat tanaman-tanaman dalam kompleks Kebun Raya. Pak Arif, salah satu pengunjung yang dijumpai oleh penulis menuturkan kebun raya selalu menjadi salah tujuan wisata yang dia kunjungi bersama keluarganya. Pria asal Jakarta ini menambahkan kebun raya merupakan tempat yang bagus bagi  anak-anaknya untuk mempelajari keaneragaman hayati Indonesia. Selain untuk menikmati jajanan khas Bogor tentunya. Kebun raya memiliki nilai histori, ekonomi dan sosial yang sangat besar. Telah dirintis sejak jaman Kerajaan Sunda pada abad ke 14. Kemudian dilanjutkan semasa penjajahan Belanda, pertengahan abad 18. Dekat kebun raya, berjejer dagangan lokal dan terdapat pula salah satu  pusat perbelanjaan di Kota Bogor. Nilai sosial terbangun dari keramahan yang tercipta dari setiap tatapan mata. Begitu banyak harapan yang tersimpan dalam areal ini. Keindahannya perlu dipertahankan, kelestariannya patut untuk dijaga oleh setiap orang yang berkunjung. Karena pada beberapa sisi tempat ini, terlihat adanya aksi vandalism. Masih ada yang membuang sampah sembarang. Bukanlah budaya yang baik bagi bangsa yang besar. Tak terasa hari semakin siang. Nampak, ibu penjual jamu dengan senyum yang sama pagi tadi, masih setia menunggu pembeli. Dengan berat hati, ku melangkah meninggalkan pilar kokoh kebun raya.


Judul : Geliat Ekonomi Kebun Raya Bogor
Penulis : Alfonsus Tupen – PEH TN. Kelimutu

Budaya Lio

Danau Kelimutu (Ende-Flores-NTT) erat kaitannya dengan keberadaan adat budaya masyarakat lokal. suku Lio, demikian salah satu nama suku yang berada di sekitar G. Kelimutu. Mereka percaya bahwa Danau Kelimutu merupakan tempat bermukim bagi arwah orang yang telah meninggal dunia. Sakral dan misteri. Arwah yang telah meninggal akan menempati salah satu dari tiga kawah di Gunung Kelimutu, yang ditentukan berdasarkan usia dan perbuatan. Kawah/Danau Tiwu Ata Polo (Tiwu : Danau; Ata : Orang; Polo : Jahat) yang berwarna biru diperuntukkan bagi arwah yang semasa hidupnya berbuat jahat terhadap sesama (tukang tenung). Kawah/Danau Tiwu Nuamuri Koofai (Tiwu : Danau; Nuamuri : Pemuda; Koofai : Pemudi) yang berwarna hijau tourquise diperuntukkan bagi arwah muda-mudi. Ke dua danau ini berdampingan dan hanya dibatasi oleh dinding batu yang semakin menipis. Kawah/Danau Tiwu Ata Bupu (Tiwu : Danau; Ata : Orang; Bupu : Tua/Baik) yang berwarna hijau lumut diperuntukkan bagi arwah orang tua/orang baik. Selama tiga (3) tahun terakhir tepatnya setiap tanggal 14 Agustus, Pemerintah setempat bersama komunitas masyarakat adat Suku Lio menyelenggarakan upacara adat untuk memberikan penghormatan terhadap leluhurnya. Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata, demikian nama upacara adat tersebut yang berarti “Memberi Makan Untuk Arwah Nenek Moyang”. Upacara adat ini diikuti oleh kelompok/perwakilan komunitas masyarakat adat berjumlah 15 komunitas. Satu (1) komunitas terdiri dari beberapa desa, walaupun ada yang 1 komunitas 1 desa. Walaupun stuktur adat dan budayanya sama, namun setiap komunitas dibedakan atas wilayah adatnya. Untuk menyatukan perbedaan tersebut, maka pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan upacara adat ini. Untuk mengikuti ritual adat ini, perwakilan komunitas adat dibatasi sebanyak 20 orang saja. Mereka berkumpul di puncak Gunung Kelimutu, dan yang melaksanakan ritual adatnya hanya pemimpin tertinggi dalam struktur adatnya atau dikenal dengan nama “Mosalaki Pu’u” yang berjumlah 9 orang. Iringan music bernuansa lokal yang ditabuh dengan penuh semangat menyambut kedatangan masyarakat adat, pemerintah dan wisatawan yang akan mengikuti prosesi ini. Tak terasa kaki bergoyang mengikuti irama penabuh gong dan gendang yang sepertinya tak kenal lelah memacu adrenalin setiap orang. Puncak ritual adat ini diawali dengan pemberian sesajen berupa daging babi, nasi beras merah, sirih pinang, tembakau dan moke (minuman keras local yang terbuat dari aren) yang diletakkan diatas batu yang menjadi mesbah/altar sesajian. Kemudian diakhiri dengan tarian gawi oleh Mosalaki Pu’u. Acara dilanjutkan dengan pertunjukan kesenian oleh setiap perwakilan komunitas. Hal yang tampak menonjol yaitu dari busana yang dikenakan. Laki-laki mengenakan baju kutang, “luka lesu” (sejenis kain batik penutup kepala), sarung tenun bermotif local khusus untuk laki-laki. Perempuan mengenakan “lawo lambu”, sarung tenun ikat dengan motif dan warna yang lebih beragam dan tajam, baju lawo (sejenis daster), pernak-pernik hiasan kepala. Matahari semakin meninggi, peluh bercucuran, tetapi tak terlihat kelelahan pada wajah-wajah penyaji atraksi budaya lokal ini. Dengan senyum mengembang, satu persatu perwakilan adat beraksi, menampilkan tarian/nyanyian yang menggambarkan kedekatan mereka dengan Kelimutu. Wisatawan yang menyaksikan, dalam dan luar negeri, terkesima dengan pertunjukan dan penampilan setiap komunitas adat. Bahkan mereka tak sungkan untuk ambil bagian dalam tarian Lio. Liukan tubuh yang kaku perlahan menjadi gemulai seiring dengan keringat yang mulai bercucuran. Sekejap Kelimutu menjadi ramai dan meriah. Pihak Pemerintah yang diwakili oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Ende menyampaikan kebanggaan atas penghormatan dan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat terhadap Kelimutu dan leluhur mereka. Lebih lanjut beliau memberikan dukungan terhadap pelaksanaan ritual adat ini di waktu yang akan datang, dengan harapan akan terus dilaksanakan hingga anak cucu mereka. Acara ini ditutup dengan tarian gawi adat, dimana tarian dilakukan tidak dengan iringan music, namun hanya diiringi dengan pantun dalam Bahasa Lio yang dibawakan oleh Soda, pemimpin tarian. Gawi ini dapat berlangsung selama lebih dari setengah jam. Lelah ini telah berakhir, tetapi meninggalkan kesan yang mendalam bagi setiap orang Lio dan bahkan wisatawan yang menjadi saksi berlangsungnya ritual adat ini. Taman Nasional Kelimutu bukan hanya sekedar suatu kawasan konservasi dengan keanekaragaman hayatinya dan keunikan tiga kawah yang berbeda warna, tetapi merupakan pemegang kunci budaya Lio. Kelimutu membawa pengaruh yang cukup besar bagi aktifitas masyarakat Lio. Dalam kehidupan pertanian dan keagamaan mereka. Orang Flores khususnya masyarakat Lio boleh berbangga karena keberadaan Kelimutu di tanah mereka. Secara perlahan budayanya makin dikenal ke penjuru dunia. Ritual Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata hanya merupakan salah satu ritual adat dari sekian banyak ritual adat yang ada dalam komunitas adat masyarakat Lio. Selain Suku Lio, di Kabupaten Ende masih terdapat Suku Ende yang lebih dominan bermukim di Kota Ende, tetapi tetap percaya dengan nilai histori dan magis Danau Kelimutu. Ke dua suku ini hidup berdampingan, dalam proses budaya terjadi kawin mawin sehingga membentuk ikatan kekerabatan dan kekeluargaan yang sangat kuat. Hal ini membawa dampak kerukunan dalam setiap aspek kehidupan. Even budaya ini diharapkan mampu mendukung kearifan local untuk melestarikan Danau Kelimutu sebagai bagian penting dari adat budaya Suku Lio. Danau Kelimutu, Danau Tiga Warna, selalu menakjubkan bagi yang pernah menjejakkan kaki di bumi Flores. Terasa tidak sempurna, saat mata tak menatap pesona yang tersembunyi di belahan tengah Pulau Bunga ini.


Judul : Sinar budaya Lio dibalik mistis Kelimutu
Penulis : Alfonsus Tupen – PEH TN. Kelimutu

Selasa, 18 Oktober 2011

Di Suatu Hari


Perbaiki pola hidup itu penting untuk kesehatan batin dan fisik. Program neh sedang saya jalankan berhubung didalam tubuh banyak sekali penyakit yang bersarang, menjengkelkan, tapi apa yang bisa dilakukan selain memulai dari pola hidup yang sehat. Makan teratur, tidur teratur dan berpikirpun harus teratur, HeHeeHeee.. semoga saja berhasil menjalankan program neh…

Hari ini saya tidak ingin menjalankan program itu, tidak ingin makan, tidak ingin minum obat juga tidak ingin tidur, saya ingin menghabiskan waktu di warnet saja, sampai nanti ngantuk benar-benar menjemput. Aseeek update status FB, Twitter, chat dengan teman-teman Ym, baca-baca blog teman dan lain-lain tentunya, yah tapi harus segera beranjak dari warnet neh teman-teman ajak nongkrong, sepertinya neh akan seru. Aseeek gila…!

Waktu bersama yang berharga, diisi dengan obrolan ringan yang membangun, memotifasi untuk bisa lebih maju lagi, bisa lebih menambah pengetahuan tentunya. Senangnya berbagi, ‘ga ada loe ga rame’ seperti semboyan salah satu perkumpulan motor di Ende city. Saling berbagi pengetahuan dan pengalaman-pengalaman hidup yang pastinya bisa dijadikan pelajaran buat maju kedepan menjalani kehidupan neh…

Malam neh menjadi malam yang indah penuh arti, tapi tiba-tiba saja hati menjadi tidak enak. Berharap sesuatu terjadi malam ini dan ternyata benar-benar terjadi, semua diluar dugaan. Hufffttt… kata-kata mutiara itu tidak sama sekali ingin saya dengarkan, menusuk dan melukai hati. Sebenarnya saya neh siapa? Apa itu yang dinamakan bentuk perhatian? Rasa sayang? Saya sudah cukup besar untuk bisa menilai mana yang baik dan mana yang tidak, tolong berikan saja kepercayaan. Semua  yang dilakukan neh malah akan membuat saya memberontak dan menjadi brutal, apa itu yang diharapkan dari saya? Kata-kata yang dikeluarkan itu sangat menyakitkan, kalian tidak merasakannya kah? Betapa sakitnya saya sampai harus meneteskan air mata. Apa itu yang diinginkan? Kalo ia, saya akan melakukan dan membuat diri saya seperti apa yang dikatakan biar sekalian puas…
Huuuuuuffffttt… ingin rasanya membiarkan sakit itu merasuk seluruh tubuh malam neh dan membawa saya ke alam lain yang lebih indah. Adakah yang peduli dengan saya? Apa yang mereka pedulikan? Mulai saya rasakan sakit itu datang menyerang, saya pasrah dan tidak ingin melakukan apa-apa, membiarkan dia merasuki hingga tak saya rasakan lagi udara dingin yang begitu menyejukan malam neh…

zzzzzZZZZzzzzzzzzzzzzZZZZZZzzzzzzzz… Saya pun tertidur lelap ntah sudah jam berapakah, tapi yang saya ingat neh sudah pagi. Tak terasa apapun. Tiba-tiba saya berada di suatu tempat yang aneh, baru tempatnya tapi dimana yah? sama sekali tidak bisa tertebak. Seperti pertokoan tapi bukan, seperti discotik tapi bukan juga, tempat apakah neh? Tetap saja saya mencoba menikmati tempat itu, anehnya disamping saya ada seseorang yang seperti sedang menemani tapi tidak tau juga siapa dia. Kami berjalan menuju seorang lelaki gagah yang sedang duduk, sepertinya dia seorang kasir tapi ternyata dia bukan kasir.

Berbincang-bincang dan akhirnya saya pun harus merelakan tangan kiri saya. Jangan takut, dia akan mengambil darahmu untuk diperiksa lengkap kata orang yang menemai saya itu. Tanpa bicara apapun langsung saja saya sodorkan tangan kiri saya, lelaki gagah itu tanpa basa-basi langsung mengambil jarum suntik dan mencoba mencari nadi dan menusukkannya, upssss, tapi kenapa dia menahan tusukan dan membuat sayatan ditangan kiri saya yang membentuk kotak dengan jarum suntik itu, apa yang ingin dia lakukan sebenarnya? Dalam pikiran saya, ketakutan merasuk, tapi tetap mencoba menikmati saja, pasti dia akan melakukan yang terbaik buat saya. Tapi saya merasakan kesakitan, tangan saya terluka dan berdarah…

Apakah saya akan baik-baik saja? Ya tentu kamu akan baik-baik saja, itu tidak apa-apa kok kata lelaki gagah itu yang entah siapa namanya. Kami berjalan dengan niat menuju pulang..

Haaaaaaa :0 hmmmmm…
Terbangun dari tidur dengan kaget dan langsung melihat tangan kiri saya, syukurlah tangan saya baik-baik saja tidak terlihat bekas apapun disana. Ya ampun ternyata semua itu hanya mimpi toh..!!, mimpi buruk atau baikkah itu saya pun bingung dan bertanya-tanya dalam hati…

Terlambat!!!
Apa boleh buat, yah bangun dari tempat tidur dan berkaca, huuummmmm…. Pagi neh saya lumayan gemukan, syukur Tuhan masih memberikan nafas dihari baru neh.